Selasa, 16 Februari 2010

ASMAUL HUSNA MAKNA Al Waduud Sang Maha Pencipta

Al Waduud Sang Maha Pencipta

Dialah yang mencintai hamba-hamba-Nya yang baik. Hanya Dialah yang paling layak untuk dicintai.
Alloh, dalam cinta-Nya yang tak terbatas dan mutlak terhadap hamba-hamba-Nya yang baik, telah memberikan kepada mereka kemampuan. Tetapi, yang terpenting adalah kemampuan untuk mencintai-Nya. Dia telah memberikan kepada mereka kemungkinan untuk menerima dan mencapai kebenaran yang berada di atas pemahaman akal biasa. Faydh adalah kemampuan khusus. Tetapi pemberian itu sendiri tidaklah cukup. Agar mampu memanfaatkan pencerahan itu, faydh, ada syarat yang lain, yaitu iman, dan iman itu diwujudkan dalam perbuatan, yaitu ibadah. Biarkanlah orang-orang yang mencari pencerahan menuju kepada kesalehan dan ibadah. Al Wadud adalah satu-satunya tujuan bagi hati yang mencari cinta Alloh. Tetapi, cinta hanya mungkin jika yang mencintai mengenal sang kekasih, keindahan, dan kesempurnaan sang kekasih.
Bagi kebanyakan orang, pengenalan bergantung pada indra dan indra itu banyak. Masing-masing indra tertarik kepada berbagai hal. Jika jiwa mengenal dirinya sendiri dan orang mengenal jiwanya sendiri, maka indra mengikuti jiwa yang mengenal kesemuanya. Alloh adalah kekasih jiwa karena semua kesempurnaan ada pada-Nya. Semua indra menyukai rasa manis abadi dari kesempurnaan ini.
Bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat kepekaan dan pengetahuan jika secara alamiah raga mencintai kehidupannya yang baik, kesenangan, kesehatan, rumah, harta benda, perusahaan, dan sebagainya? Orang biasa tidak memerlukan pendidikan, kecerdasan, dorongan, dan petunjuk untuk mencintai semua hal itu. Tetapi untuk mencintai Alloh, setidak-tidaknya kita benar-benar membutuhkan akal dan petunjuk agar kita menyadari bahwa semua yang secara alamiah kita cintai adalah milik dan karunia Alloh, bahwa semua itu hanyalah tanda dari perhatian dan cinta-Nya kepada kita.
Semua yang kita cintai itu fana, seperti halnya diri kita sendiri. Yang kekal adalah jiwa kita yang suci, karunia terbesar bagi kita, dan Pemilik jiwa itu, yakni Pencipta kita. Kesadaran akan hal itu merupakan anugerah yang lebih besar dari semua yang kita miliki di dunia ini. Sebab, jika Alloh mencintai hamba-Nya, tentu Dia akan memberikan kepada orang tersebut pemahaman, kesadaran, iman, dan rasa cinta kepada-Nya.
Al Wadud di kalangan manusia adalah orang yang mencintai orang lain seperti cintanya kepada dirinya sendiri. Dia lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri. Orang yang dirahmati itu berkata, “Aku berdoa agar pada hari kiamat aku akan merentang di atas seluruh neraka agar kaki orang-orang yang berdosa tidak terbakar.” Hadhrah ‘Ali RA berkata, “Jika engkau ingin dicintai oleh Tuhanmu, dekatilah orang-orang yang menolakmu. Bersikap pemurahlah kepada orang-orang yang kikir terhadap dirimu. Maafkanlah orang-orang yang menyakitimu.”
Kekasih Alloh bersabda, “Tidaklah seorang mukmin memandang wajah sesama mukmin dengan perasaan cinta, kecuali hal itu adalah lebih baik dibandingkan dengan sholat di masjidku sepanjang tahun. “Dia juga bersabda, “Orang beriman yang saling mencintai dan memerhatikan satu sama lain laksana tubuh: Jika salah satu bagiannya sakit, maka seluruh tubuh pun akan merasa sakit.”
Bahkan jika kita menderita di tangan orang-orang yang lebih kita cintai daripada diri kita sendiri, maka kita harus berkata, seperti perkataan Kekasih Alloh SAW ketika dia terluka pada Perang Uhud, “Ya Alloh, tunjukilah kaumku karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan, mereka tidak mengenal kebenaran.”
BAGIAN HAMBA
‘Abd Al Wadud adalah orang yang cintanya kepada Alloh dan kepada orang-orang yang mencintai Alloh telah sempurna. Jika Alloh mencintai hamba-Nya, Dia menyebarkan cinta-Nya bagi si hamba itu dimana-mana sehingga semuanya, kecuali orang yang lalai mencintainya pula. Nabi Muhammad SAW, Kekasih Alloh, bersabda, “Jika Alloh mencintai seorang hamba, Dia memanggil malaikat Jibril RA dan berkata, ‘Aku mencintai hamba-Ku ini, cintailah dia juga.’ Malaikat Jibril berseru kepada langit dan berkata, ‘Wahai kalian yang berada di langit, Alloh mencintai hamba ini, maka cintailah dia juga!’ Dengan demikian semua yang berada di langit mencintainya. Kemudian cinta hamba tersebut diarahkan kepada makhluk-makhluk yang berada di bumi dan mereka juga mencintainya.”
Banyak wali telah menyatakan nama yang penuh kasih ini sebagai al ism al a’zham, nama teragung. Para pencari Kebenaran, orang-orang yang hendak melaksanakan perintah dengan rasa cinta dan keridhaan dan menjadi hamba Alloh yang baik harus sering membaca nama ini. Alloh mencintai hamba-hamba-Nya. Dia berfirman dalam sebuah hadits qudsi, “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang Kuwajibkan atasnya. Dan tidaklah seorang hamba-ku terus mendekati-Ku dengan pekerjaan-pekerjaan yang disunatkan, kecuali Aku akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi telinganya yang dengannya dia mendengar, matanya yang dengannya dia menggenggam, dan kakinya yang dengannya dia berjalan.”
Sumber : Asmaul Husna dan Khasiat

MAKNA ASMAUL HUSNA AL SHABUR = MAHA PENYABAR


Di dalam segala sesuatu Dia memiliki ukuran yang sempurna dan waktu yang sempurna. Dia sabar, mencintai, dan … beserta orang-orang yang sabar (Al Anfal (8) : 46).
Dalam ciptaan-Nya dan di dalam tindakan-Nya, di dalam perlakuan-Nya terhadap makhluk-Nya, tidak ada yang lebih besar atau yang lebih kecil, yang lebih baik atau yang lebih buruk, yang lebih awal atau yang lebih terkemudian dari yang telah ditentukan-Nya. Dia tidak menunda sesuatu di luar waktu yang telah ditentukan atau gagal menyelesaikannya seperti perbuatan orang yang malas. Dia juga tidak tergesa-gesa dan menyelesaikan sesuatu secara tidak sempurna seperti perbuatan orang yang ceroboh. Tetapi Dia melakukan segala sesuatu pada saat yang tepat dan dengan cara semestinya.
Alloh tidak tergesa-gesa menghukum para pelaku perbuatan dosa. Dia memberikan kepada mereka rezeki, melindungi mereka dari bahaya, dan membiarkan mereka hidup dengan sehat dan sejahtera karena Dia telah menetapkan waktu tertentu bagi segala sesuatu. Segala sesuatu harus mengikuti alurnya sendiri. Kesabaran-Nya terhadap para pelaku perbuatan dosa bertujuan untuk memberi mereka waktu untuk menjadi insyaf, menyadari kesalahan mereka dan bertaubat. Alloh adalah Maha Penyayang ; kasih sayang-Nya diwujudkan dalam bentuk memberi kesempatan untuk bertaubat dan menerima taubat.
Kesabaran adalah watak Alloh; oleh karena itu, orang yang sabar mencerminkan watak yang mulia ini. Orang yang sabar menolak hal-hal yang diinginkan oleh hawa nafsunya khususnya yang tidak dapat diterima oleh akal dan oleh agama. Dia gunakan dirinya sendiri terhadap hal-hal yang dapat diterima oleh akal dan agama, meskipun hal itu menyakiti egonya, seperti halnya dia mengetahui cara memasangkan kendali pada kuda liar dan hawa nafsunya.
Kesabaran adalah derajat sangat tinggi bagi orang yang beriman, karena segala urusan di dunia dan di akhirat dituntaskan dengannya. Tidak ada keberhasilan dan tidak ada kesempurnaan yang dapat dicapai dengan mudah dan tanpa penderitaan. Penderitaan hakiki adalah penderitaan jasmani yang ingin cepat-cepat mendapatkan hal-hal yang diinginkan, tidak tahu batas, dan selalu menginginkan lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Rosululloh SAW bersabda, “Surga itu diliputi hal-hal yang tidak disukai oleh jasad.” Alloh menjanjikan pahala yang tidak ada batasnya bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi godaan hawa nafsu mereka. Bahkan ada pahala yang lebih besar lagi bagi orang yang bersabar menghadapi musibah, kemiskinan, kecelakaan, dan penyakit yang tak terhindarkan dan datang dari Alloh. Sesungguhnya musibah datang dari Alloh, tetapi pahala karena kesabaran akan menyertai orang-orang yang bersabar dan menerima musibah itu. Jika manusia bersabar, mereka akan menerima pahala yang jauh melebihi penderitaannya. Jika mereka tidak bersabar, musibahnya akan berlipat dua. Pertama, musibah itu sendiri dan kemudian musibah yang lebih besar karena hilangnya pahala.
Arti Islam adalah kepatuhan : mengendalikan nafsu, hasrat, dan keinginan sesuai dengan perintah Alloh. Agar dapat bersikap patuh, orang harus bersabar. Di dalam Islam, kesabaran menjadi tanda iman; sedangkan kehinaan dan rendah diri adalah dosa. Janganlah mencampuradukkan rendah diri yang disebabkan oleh rasa takut dan malas dengan kesabaran dan ketabahan. Menyerahkan kekayaan, kehormatan, dan harga diri kepada orang yang zalim akan menyebabkan orang itu menyerahkan agamanya dan imannya karena rasa takut, atau mengorbankan jiwanya demi kepentingan duniawi. Orang beriman tidak takut kepada siapa pun, dan dialah yang ditakuti oleh orang lain. Bagi orang beriman, merendahkan diri kepada siapa pun selain Alloh adalah perbuatan yang diharamkan.
BAGIAN HAMBA
Abd Al-Syabur adalah hamba yang memiliki keseimbangan dan moderasi sempurna di dalam dirinya dan di dalam semua perbuatannya, tidak berlambat-lambat dan tidak tergesa-gesa, tetapi bertindak pada waktunya. Dia bersikap sabar dalam perang melawan hawa nafsu yang tak kunjung padam. Ia terus-menerus menjaga ketentuan Alloh dan beribadah kepada-Nya.
Dua kali Al Qur’an berpesan agar menjadikan sholat/permohonan kepada Alloh dan sabar, sebagai sarana untuk memperoleh segala yang dikehendaki, “Mintalah pertolongan (kepada Alloh) melalui kesabaran dan dengan sholat (bermohon kepada-Nya)” (QS. Al Baqoroh : 45 dan 153). Dapat kita lihat bahwa yang didahulukannya adalah kesabaran, baru sholat, bukan saja karena sholatpun membutuhkan kesabaran, tetapi juga karena syarat utama bagi tercapainya yang dikehendaki adalah kesabaran dan ketabahan dalam memperjuangkannya. Itu sebabnya salah satu yang diperintahkan untuk diwasiatkan adalah kesabaran. “Demi masa, manusia (seluruhnya) di dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasehat menasehati (supaya mentaati) kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS.Al Ashr : 1-3).
Sabar selalu pahit awalnya, tapi manis akhirnya, “Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” (QS. Ali Imron : 186). Dengan kesabaran dan ketaqwaan akan turun bantuan Ilahi guna menghadapi segala macam tantangan. “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Alloh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS Ali Imron : 120). Bahkan, “Ya, (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Alloh menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda” (QS Ali Imron : 125), karena, “Siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Alloh tidak menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang berbuat baik” (QS Yusuf : 90).
Alloh memerintahkan sabar dalam menghadapi yang tidak disenangi, maupun yang disenangi. Hanya sekali Alloh memberi manusia kebebasan untuk bersabar atau tidak bersabar, yakni ketika orang-orang durhaka dipersilakan masuk ke neraka); “…maka bersabarlah atau kamu tidak bersabar; itu sama saja bagimu” (QS At Thur : 16). Ketika itu mereka pasti akan bersabar. Mereka adalah, “Orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah bersabarnya (konsistennya) mereka menentang api neraka!
Manusia yang meletakkan Alloh dalam sifat ini, dituntut untuk mengindahkan petunjuk-petunjuk di atas, sambil mencamkan makna As Shabur agar diteladani sekuat kemampuan. Wallohu a’lam bisshowab.
Sumber : Asmaul Husna Makna dan Khasia, Menyingkap Tabir Illahi

Asmaul Husna (Makna Ar Rozzak)

AR ROZZAK = Yang Maha Memberi rizki.
Ustad Mahmud Samiy menjelaskan makna Ar Rozzak. Dialah Dzat yang Yang menciptakan rizki dan sebab-sebabnya. Dialah yang memberikan karunia-Nya kepada segala yang ada, segala yang dapat memelihara materi dan bentuknya. Dia memberikan ilmu kepada akal, memberi pemahaman kepada hati, memberikan tajalli dan musyahadah kepada jiwa, memberikan makanan yang cocok kepada tubuh sesuai dengan keinginan, ada yang dilapangkan dan ada yang disempitkan tanpa ada yang menghalangi-Nya. Dengan kata lain Ar Rozzak itu adalah Dzat yang menciptakan rizki dan orang yang meminta rizki. Kemudian menguhubungakn antara keduanya. Juga menciptakan sebab-sebab untuk mendapatkan kesenangan dengan rizki itu bagi manusia.
Lebih lanjut ustad Mahmud Samiy menjelaskan.” rizki itu ada dua macam. Pertama, rizki lahir berupa makanan untuk tubuh. Kedua rizki batin berupa pengetahuan dan mukasyafah untuk qolbu. Jenis rizki yang kedua adalah yang paling mulia karena berbuah kehidupan yang abadi. Sedang buah rizki lahir adalah kekuatan jasmani untuk jangka waktu yang singkat saja. Alloh mengatur dua macam rizki itu dan diberikan oleh Alloh kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Demikian penjelasan ustad Mahmud Samiy.
ORANG YANG BERUNTUNG
Keberuntungan seorang hamba dari sifat ini akan diperoleh dengan dua syarat. Pertama, haruslah diketahui hakekat dari sifat ini. Bahwa tidaklah pantas kecuali bagi Alloh SWT. Hamba yang menyadari hakekat sifat ini sikapnya adalah tidak mengharapkan rizki kecuali dari-Nya. Kedua, hendaknya ia meminta kepada Alloh SWT agar dirinya dikaruniai ilmu yang bisa menunjuki, lisan yang bisa menuturkan dan tangan yang suka bersedekah. Dan hendaknya ia menjadi sebab sampainya rizki yang mulia kedalam hati hamba-hamba-Nya yang lain dengan perkataan dan perbuatannya.
MENYADARI HAKEKAT RIZKI
Kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan-Nya. Semua berada dalam genggaman-Nya. Alloh berbuat sekehendak-Nya, tanpa ada yang bisa menghalangi-Nya. Jika Alloh menghendaki apapun, Alloh tinggal mengatakan jadilah, maka terjadilah.  Alloh memaklumkan kepada semua hamba-Nya tentang ke Maha kuasaan-Nya dalam firman-Nya:” Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (QS : Yaasiin (36) : 82). Yang demikian itu sangat mudah bagi Alloh karena Alloh-lah yang menciptakan alam semesta ini, kemudian menggenggamnya dan Alloh pulalah yang mengatur segala urusan alam semesta ini. “Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Alloh-lah dikembalikan segala urusan. . (QS : Al Hadid (57) : 5).
Tidak ada perkara yang besar maupun yang kecil yang terjadi begitu saja, baik di bumi dan di alam semesta ini, melainkan dengan takdir-Nya. “ Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz) (QS : Al An ‘Am (6) : 59).
Jika kejatuhan daun dari pohon atau sebutir biji debu adalah dalam pengaturan-Nya. Maka apakah akan ada manusia yang mengatakan bahwa soal kelapangan dan kesempitan rizki yang dialami manusia terlepas dari takdir-Nya. Sungguh naïf jika berpikiran demikian. Soal rizki Alloh berfirman“ Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.  (QS : Al Israa’ (17) : 30).
Soal hamba yang dipilih dikaruniai kelapangan atau kesempitan,  Alloh  menetapkan dengan ilmu-Nya yang tidak mungkin terjangkau manusia. Karena manusia tidaklah diberi ilmu melainkan sedikit, “ Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS : Al Israa’ (17) : 85). Karena sedikit maka tidak mungkin menjangkau ilmu-Nya. Semua yang ditetapkan-Nya sudah berdasarkan ukuran yang terbaik menurut ilmu-Nya yang Maha mutlak kebenaran-Nya,” Alloh menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (QS : Asy Syuura (42) : 27)
Setelah mengetahui hakekat kelapangan dan kesempitan rizki itu berada dalam pengaturan-Nya, maka yang diperlukan adalah cara menyikapinya. Apabila manusia memahami kelapangan dan kesempitan rizki  sebagai kebaikan dan keburukan, maka ketahuilah bahwa keduanya sama saja, yaitu sama-sama ujian dari Alloh. Dengan ujian itu Alloh akan memilah mana hamba-Nya yang lurus dan bengkok imannya atau malah kufur kepada Tuhan-Nya. Kelak mereka saat kembali kepada Alloh akan dibalas tentang cara menyikapi ujian. “ Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS : Al Anbiya’ (21) : 35).
Kalau saja hati manusia mau meyakini ayat-ayat-Nya dengan sungguh-sungguh, maka tentu tidak perlu ada kebanggaan dalam kelapangan atau keputusasaan dalam kesempitan. Karena keduanya sesungguhnya adalah ladang amal. Yaitu bersyukur dikala lapang dan bersabar di kala sempit. Dalam syukur dan sabar ada catatan amal kebaikan (pahala). Sedang kehidupan dunia, apapun bentuknya, kata Sang Maha Pencipta adalah permainan belaka,” Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Alloh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS : Al Hadid (57) : 20).
Ah, sayang tidak semua manusia memahami apa yang difirmankan Alloh. Akibatnya ada diantara mereka yang bernasib sama dengan semut yang justru mengalami kemalangan di tengah hamparan gula yang manis. Berapa banyak manusia yang celaka disaat kelimpahan harta berlimpah. Demikian pula, berapa banyak manusia yang kufur ketika dirinya dalam kesempitan. Wallohu a’lam bisshowab.

Makna Al Qobidh (Asmaul Husna = Bijak saat melapangkan dan menyempitkan)

Dialah yang menyempitkan, dan Dialah yang melapangkan. Semua eksistensi berada dalam genggaman kekuasaan Alloh. Dia dapat menutupkan tangan-Nya dan mencegah kesejahteraan, kebahagiaan, keluarga, anak-anak, dan kesenangan sehingga tidak sampai kepada kita. Yang kaya menjadi miskin, yang sehat menjadi sakit, yang bahagia menjadi sedih. Hati yang senang menjadi sedih, pikiran yang jernih menjadi tertekan. Semua ini adalah perwujudan sifat Alloh al Qobidh.
Kemudian dia membukakan tangan-Nya dan memberikan kelimpahan, kesenangan, kelapangan, dan kemudahan. Inilah perwujudan sifat-Nya al Basith.
Alloh mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang Maha Penyayang, Dialah Hakim, Dialah yang membimbing hidup makhluk-Nya. Dialah kehendak. Kehidupan di planet ini adalah ujian bagi kita, tetapi Alloh tidak akan menguji hamba-hamba-Nya di luar kemampuan mereka. Dia memberikan kepada kita cobaan yang diketahui-Nya dapat kita atasi.
Ketika berada dalam kesempitan, jiwa dan ragamu akan menderita, tetapi esensimu akan mengimbangi keadaan itu dengan kesabaran, yang merupakan sahabat iman.
Alloh mencintai orang-orang yang sabar (Ali Imron : 146)
Hikmah dari saat berada dalam kesempitan (qobdh) itu, yang mungkin saja menjadi sarana untuk menguatkan imanmu, akan membawamu lebih dekat kepada penciptamu, membuatmu menjadi kekasih-Nya.
Janganlah engkau terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan (basth), ketika semua itu terjadi, dengan melupakan Alloh di dalam kesenangan dan kebahagiaanmu, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa dirimulah penyebab keberhasilan dan keamananmu. Pada saat itu kita harus ingat kepada sahabat iman yang lain, yaitu bersyukur (syukr).
Adab, perilaku yang baik, merupakan sarana yang dengannya kita menghadapi dan memecahkan persoalan yang mungkin timbul dalam keadaan sempit (qobdh) dan lapang (basth). Ia dapat mencegah kita dari terperosok ke dalam kesesatan, kebingungan, keragu-raguan pada saat depresi, qobdh, dan terlalu bergembira pada saat senang, basth.
Menjaga keadaan agar seimbang dengan mengetahui bahwa “semua kebaikan dan keburukan berasal dari Alloh”, dan bahwa hikmah yang baik, yang tak kita ketahui, ada di tangan Alloh. Apa pun yang terjadi, tambatkan hatimu kepada ajaran dan keridhoan Alloh dan teruslah melaksanakan kewajibanmu sebagai hamba Alloh yang baik.
Orang beriman seperti itu, yang seimbang dan bersungguh-sungguh, tentu akan mendapatkan pertolongan, keridhoan, dan kecintaan Alloh.
BAGIAN HAMBA
Abd Al Qobidh adalah orang yang menutup dirinya sendiri untuk mencegah masuknya pengaruh-pengaruh buruk, dan yang membantu orang lain untuk melakukan hal serupa. Pada saat yang sama, dia tahu bahwa tidaklah baik mengekang egonya dan ego orang lain terlalu ketat, sebab Alloh adalah Hakim yang paling baik dan mengetahui yang terbaik. Jika seseorang terlalu ketat mengendalikan egonya, maka sama saja dia mencoba mengendalikan takdirnya, ‘Abd al Qobidh berpegang pada tangan Alloh dan seketat yang dikehendaki Alloh, al Qobidh.
Abd Al Basith memberikan usahanya dengan cuma-cuma dan dari apa yang dimilikinya sesuai dengan kehendak Alloh. Dia dermawan pada lahirnya dan dermawan pada batinnya. Di dalam dirinya juga terdapat rahasia al Bathin. Dia membawa apa yang terdapat di dalam batinnya dan di dalam batin orang lain ke permukaan, tetapi dalam melakukan hal itu dan perbuatan yang lain dia tidak bertentangan dengan syariah, ketentuan-ketentuan Alloh.
Seorang hamba dapat memperoleh sekelumit dari kedua sifat Ilahi ini, apabila ia dapat meraih antara lain hikmah, kebijaksanaan, serta kemampuan memaparkannya sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Sekali ia melapangkan hati orang lain dan menggembirakannya melalui peringatan akan limpahan nikmat Ilahi dan janji-janji kemurahan-Nya dan di kali lain dia mempersempit hati pendengarnya saat ia menguraikan aneka ancaman, siksa, dan pembalasan-Nya.
Seorang yang meneladani Alloh dalam kedua sifat ini, hendaknya memperhatikan bahwa setiap uluran tangan atau pengekangannya harus mempertimbangkan hikmah dan kebijaksanaan. Memberi dan menahan, memperluas atau mempersempit, semuanya harus diperhitungkan manfaat dan maslahatnya, untuk yang diberi dan untuk pelaku sendiri.
“Ilahi Yang Qobidh, halangilah kejahatan siapa yang bermaksud mencelakakan kami; Ya Basith, lapangkanlah rezeki hamba-Mu dengan luas, Engkau Yang melapangkan hati dengan kesaksian terhadap-Mu, Engkau juga yang mengekarkan tubuh dengan anugerah-Mu, maka nampakkanlah bagi kami, cahaya nama-Mu Al Basith agar jelas cahayanya pada anggota tubuh kami, sehingga siapa yang memandang kami lapang dadanya dan cerah hatinya, Wa Shallallohu ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa ‘Ala Alihi Wa shahbihi Wa Sallam”.
Sumber :Asmaul Husna Makna dan Khasiat, Menyingkap Tabir illahi

Asmaul Husna (Makna Al Lathif)

AL LATHIF = MAHA HALUS/LEMBUT
Sebagaimana Asma Alloh yang lain, tidak ada manusia yang mampu menggambarkan tentang deskripsi dari keagungan setiap Asma-Nya. Manusia hanya mencoba menjelaskan berdasarkan penafsiran pikirannya yang sangat lemah dan sangat terbatas. Jangan membayangkan Asma Alloh Al Lathif dengan membayangkan kelembutan sebagaimana dimaknai oleh akal pikiran manusia. Kalaupun manusia berusaha menjelaskan Asma-Nya, kemampuannya tidak akan lebih besar dari debu dibandingkan keagungan Asma-Nya yang tidak terhingga.
Diantara manusia yang berusaha menjelaskan Asma-Nya adalah Syekh Tosun Bayrak al Jerrahi. Beliau menjelaskan Asma Alloh Al Lathif sebagai berikut. Dialah yang Maha Lembut, halus, baik, indah. Dialah Pencipta keindahan yang lembut dan pemberi keindahan kepada hamba-hamba-Nya karena Dialah yang Maha Indah.
Keindahan-Nya yang paling halus tersembunyi di dalam rahasia keindahan jiwa, pikiran kebijaksanaan dan cahaya Ilahi. Dia mencakup perincian terhalus rahasia Ilahi yang didalamnya segala sesuatu saling berselaras satu sama lain. Janin sesuai dengan rahim sang ibu. Mutiara sesuai dengan kerang tiram. Sutera yang halus sesuaai dengan ulat sutera. Madu sesuai dengan lebah dan didalam hati manusia, pengetahuan tentang Alloh. tetapi hati yang tidak mempunyai cahaya indah makrifat Alloh, laksana seekor lebah tanpa madu. Menjadi lebah dengan sengatan beracun yang menyengat siapa saja yang mendekatinya.
Bukalah mata hatimu dan berusahalah melihat manifestasi Al Lathif. Terkadang ia berupa kabut kesunyian ditengah hingar-bingar aktivitas dunia. Terkadang ia merupakan rahmat yang lembut didalam azab-Nya yang keras. Berbahagialah orang-orang yang dapat melihat, karena bagi mereka tak ada lagi keraguan, kebingungan atau keputus-asaan.
BAGIAN HAMBA
Hamba yang mengambil bagian dari Asma Alloh Al Lathif adalah orang yang mata batinnya halus-terbuka untuk melihat keindahan batin didalam segala sesuatu. Dengan demikian ia memperoleh keindahan dengan sendirinya dan dengan cara yang indah menyampaikannya kepada semua makhluk, membuatnya menjadi indah.
Dia menunjukkan kepada orang beriman luasnya rahmat Alloh yang dicurahkan kepada makhluk-Nya dan membimbing mereka untuk bersyukur. Ucapan dan perbuatannya lemah lembut lagi indah. Ushanya laksana hujan di musim semi , dimana hujan itu jatuh , disana tumbuh bunga. Laksana cahaya matahari, ia menyinari setiap sudut kehidupan manusia.
LEMBUT TIDAK BANYAK MENUNTUT
Berhati lembut. Betapa indah kehidupan orang-orang yang berhati lembut. Betapa damai dan tentramnya orang-orang yang berhati lembut. Orang-orang yang berhati lembut, dirinya laksana samudera yang luas. Hatinya luas, teduh dan tenang tidak terpengaruh oleh apapun yang terjadi diluar dirinya, karena luasnya penerimaan dan keikhlasan dirinya atas segala sesuatu. Takdir Alloh dalam wujud kelapangan atau kesempitan ia terima dengan hati ikhlas dan lapang. Tidak terbersit barang setitik debu sekalipun perasaan tidak suka, apalagi menolak apapun bentuk takdir Alloh. Semua itu terjadi karena hati yang lembut mampu menangkap kelembutan hikmah yang terjadi atas segala sesuatu. Alloh Ar Rohman Ar Rohim tidak mungkin menakdirkan sesuatu yang tidak berdasarkan kasih sayang-Nya. Walaupun secara kasat mata manusia, takdir itu terasa pahit menggetirkan. Ibaratnya, tepung tidak akan pernah menjadi kue yang nikmat,  lezat dan menggiurkan jika tidak melalui proses terlebih dahulu. Tepung itu diaduk-aduk dan ada yang dibanting terlebih dahulu, dicetak dan dipanaskan dalam oven. Setelah itu barulah berubah wujud menjadi kue yang lezat dan menawan. Hamba yang berhati lembut dengan demikian tidak banyak menuntut, terlebih kepada Tuhan-Nya. Gerak hati dan pikirannya dibimbing oleh keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa Alloh Maha Penyayang, yang karena itu pasti menyayangi dirinya.
Orang yang berhati lembut juga tidak banyak menuntut kepada sesama manusia. Apakah kepada keluarganya, istri/suami dan anak-anaknya. Apalagi terhadap orang lain. Ia berusaha menjadi cahaya bagi orang-orang disekitarnya dengan menebarkan cahaya iman dan akhlakul karimah. Ia berbuat baik kepada siapapun tanpa kecuali, tanpa membeda-bedakan. Hati dan pikirannya dikuasai oleh kesadaran, bahwa semua manusia., apakah keluarga atau orang lain, adalah hamba-hamba-Nya yang dipelihara dan disayangi oleh Alloh. Karena itu ia berusaha berbuat baik kepada siapa saja. Ketika ia berbuat baik kepada sesama, ia yakini Alloh ridho kepada dirinya. Ia berusaha untuk tidak menyakiti siapapun, karena ia yakini jika menyakiti hamba-hamba-Nya, maka sama artinya dengan menyakiti-Nya.
Kekurangan hamba-hamba Alloh disekitar dirinya, ia jadikan sebagai lahan ibadah untuk meraih rahmat dan ridho-Nya. Ia bisa menerima dengan lapang dada segala kekurangan dan kehilafan orang-orang disekitarnya. Ia tidak mencela perbuatan buruk orang lain. Ia tidak merendahkan kepada hamba Alloh yang lain, meskipun orang tersebut jauh dari jalan-Nya. Bahkan ia mendo’akan dengan sepenuh harapan agar orang tersebut kembali ke jalan yang benar.
Orang yang berhati lembut selalu lapang dada dan menerima apa adanya manusia-manusia lain di sekitar dirinya. Ia tidak banyak menuntut agar semua orang sesuai dengan keinginan dirinya. Ia sadari bahwa setiap orang adalah dengan rahmat dan ketentuan-Nya yang berbeda-beda.
Alangkah damainya hati orang-orang yang berhati lembut. Ia menjadi cahaya dimanapun ia hidup. Menjadi penerang ditengah kegelapan kehidupan orang-orang disekitarnya. Orang-orang menjadi tenang dan tentram jika berdekatan dengan hamba-hamba yang berhati lembut. Orang yang berhati lembut kehadirannya selalu ditunggu. Ketiadaannya dirindu.  Karena ia selalu menjadi penyejuk qolbu orang-orang disekitarnya. Laksana oase ditengah padang kering nan gersang. Tidakkah kita semua berpengharapan memiliki hati yang lembut? Menjadi orang-orang yang selalu menikmati surga didalam hatinya  (ketenangan dan ketentraman hidup) sebelum menikmati surga yang sesungguhnya kelak di yaumil akhir. Rahmat adalah milik-Nya. Kepada-Nya kita berpengharapan dan memohon segala kebaikan hidup dunia akhirat. Wallohu a’lam bisshowab.

Asmaul Husna (Maha Mensyukuri - makna As Syakur)

ASY SYAKUR  = MAHA MENSYUKURI
Dialah Alloh yang membalas perbuatan baik hamba-Nya dengan pahala yang jauh lebih besar. Alloh banyak memuji amal hamba-Nya dengan menyebut-nyebut perbuatan taatnya. Dialah Alloh yang membalas amalan hambanya yang sedikit dengan derajat yang tinggi. Dia memberikan ganjaran terhadap amalan hamba-Nya selama hidup di dunia dengan kenikmatan akhirat yang tidak terbatas.
BAGIAN HAMBA
Bagian hamba dari Asma Alloh Asy Syakur adalah bersyukur kepada Alloh atas segala keadaan dengan hati, perkataan dan perbuatan. Hati harus mengungkapkan rasa syukur. Lidah juga mengungkapkan rasa syukur dan badan juga harus mengungkapkan rasa syukur. Setiap hal yang menjadi pemberian Alloh harus disyukuri.  Juga menjadi hamba yang berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepada dirinya.
Setiap hamba bisa mensyukuri kebaikan orang lain dengan cara menyebur-nyebut kebaikannya dan memberikan balasan dengan yang lebih baik serta lebih banyak dari apa yang diterima. Yang demikian termasuk sifat yang terpuji sebagaimana sabda Nabi SAW :”Barangsiapa tidak bersyukur kepada orang, maka tidak bersyukur kepada Alloh.” (HR. Imam Ahmad, Thirmidzi, Adh Dhiya’).
Adapun syukur seorang hamba kepada Alloh, maka sesungguhnya syukurnya itu tidak lebih dari kiasan (hanya sebagai bukti bahwa seseorang berterima kasih dan menghamba kepada-Nya). Karena pujian manusia untuk Alloh tidaklah memadai. Sesungguhnya pujian terhadap-Nya tidak terhingga.  Jika seorang hamba berbuat taat kepada-Nya, maka ketaatan itu merupakan nikmat lain dari-Nya. Bahkan syukur itu sendiri merupakan nikmat lain dibalik nikmat yang disyukurinya. Bentuk terbaik syukur atas semua nikmat Alloh ialah tidak menggunakan nikmat Alloh untuk bermaksiat kepada-Nya. Nikmat-nikmat Alloh digunakan sebagai media atau sarana untuk mentaati-Nya. Yang demikian itu terjadi semata-mata atas perkenan dan kemudahan yang dianugrahkan-Nya.
QONA’AH DAN BAIK SANGKA
Qona’ah dan baik sangka, dua sifat yang memungkinkan manusia menjadi orang yang ahli syukur. Qona’ah adalah merasa cukup atas semua nikmat karunia yang ada dalam genggamannya saat ini. Tidak melihat dan membandingkan dengan nikmat-nikmat yang berada dalam genggaman orang lain. Juga tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keinginan-keinginan dalam angannya yang membuat dirinya melupakan nikmat yang ada dalam genggamannya. Sedang baik sangka adalah selalu meyakini bahwa apapun nikmat yang Alloh karuniakan kepada dirinya adalah yang terbaik. Ia yakin bahwa Alloh mengetahui secara pasti kebutuhan dirinya, yang karena itu memberikan berdasarkan pengetahuan-Nya yang kebenarannya mutlak adanya.
Jika manusia dalam dirinya tidak terdapat sifat qona’ah dan baik sangka, maka boleh jadi hati dan pikirannya akan terpenjara. Setiap saat dipenuhi oleh keinginan-keinginan yang tidak pernah terpuaskan. Yang lebih merugikan adalah tidak bisa menikmati nikmat karunia yang saat ini berada dalam genggamannya. Ia sibuk memikirkan dan mengejar nikmat-nikmat yang lain yang belum berada dalam genggamannya.
Lebih jauh lagi, orang-orang yang tidak memiliki sifat qona’ah dan berbaik sangka kepada Alloh adalah ia akan menjadi orang-orang yang jauh dari rahmat-Nya. Yang pertama-tama dirasakan adalah hati dan pikirannya selalu dipenuhi oleh soal keduniaan semata yang tidak berkonteks akhirat. Jika ini berlangsung terus-menerus dalam jangka panjang, boleh jadi akan permanen dalam jiwanya soal kecintaan kepada dunia yang berlebihan.” Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (QS : Al Fajr (89) : 20 ).
Ketika kecintaan kepada harta berlebihan, maka ia akan mencurahkan waktu dalam hidupnya untuk memburu harta-dunia dengan sepenuh-penuhnya. Jika perlu mengabaikan waktu untuk ibadah. Wujudnya adalah malas dan berat untuk menegakkan ibadah kepada Alloh.  Atau malah jangan-jangan pada suatu saat betul-betul meninggalkan ibadah sama sekali (naudzubillah). Kalau sudah demikian, bukan keberuntungan yang ia dapatkan, melainkan kehinaan dan kenistaan. Tidak peduli ia hidup berkelimpahan harta sekalipun.
Karena itu manusia butuh untuk menjadi hamba yang ahli syukur. Kebaikan dari syukur akan kembali kepada dirinya. Semakin ia pandai bersyukur, maka akan semakin banyak kebaikan yang akan diperoleh. “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS: Ibrahim (14) : 7 ).
Rasa syukur kepada Alloh yang paling dalam adalah dengan menjadi hamba yang taat kepada Alloh. Menggunakan segala nikmat kurnianya dijalan kebaikan yang diridhoi-Nya. Jasmani yang sehat digunakan untuk menyempurnakan ruku’ dan sujud kepada-Nya. Hati dan akal pikiran digunakan untuk menebar kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya manusia. Kelapangan harta di tangan, melapangkan kehidupan banyak orang. Keluasan ilmu menjadi penyejuk dan penerang kehidupan orang-orang yang membutuhkan.
Dalam konteks hubungan antar hamba, maka syukur ditunjukkan dengan berusaha memberikan balasan yang terbaik kepada orang-orang yang berbuat baik kepada dirinya. Bahkan sebisa-bisanya memberikan balasan yang lebih baik dari yang ia terima.  Entah dengan mendo’akan dengan hati tulus yang mengharapkan kebaikan orang-orang yang berbuat baik kepada dirinya.
Dari uraian diatas kita jadi tahu bahwa menjadi ahli syukur akan sempurna dengan dua dimensi, yaitu hablum minalloh dan hablum minannas. Bersyukur kepada Alloh dan berterima kasih kepada sesama manusia. Semoga kita semua dengan rahmat kurnia-Nya menjadi hamba-hamba-Nya yang ahli syukur. Dicintai oleh sesama dan diridhoi oleh-Nya. Aamiin.

Asmaul Husna (makna Al Hafidz - Maha Pemelihara)

Al HAFIDZ = Maha Pemelihara
Mahmud Samiy menjelaskan, Al Hafidz adalah memelihara segala sesuatu dari kemusnahan dan kerusakan, dan memelihara amal perbuatan hamba-hamba-Nya sampai akhirnya diberi ganjaran dengan karunia dan anugerah-Nya. Dalam arti lain Al Hafidz ialah Dzat yang memelihara makhluk dari semua bencana di dunia dan akhirat.
Mahmud Samiy juga berkata,” Dikatakan pula bahwa makna Al Hafidh adalah Yang Maha Memelihara.”
BAGIAN HAMBA
Imam al Ghozali menjelaskan bagian hamba dari Asma Alloh Al Hafidz sebagai berikut,” Menjadi orang yang kuat dalam menjaga apa yang diamanahkan kepada dirinya. Sesungguhnya manusia telah diamanahi berbagai anggota badan, maka manusia harus menjaganya sesuai dengan perintah Alloh.  Demikian pula, manusia telah diamanahi syari’at Alloh untuk dilaksanakan, sehingga manusia harus menjaganya dengan baik. Jika manusia diamanahi suatu amal (perbuatan), maka manusia harus melaksanakan amal (perbuatan) tersebut tanpa mengurangi, menunda atau menyia-nyiakan. Nabi Yusuf alaihis salam berkata,” Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS: Yusuf (12) : 55).
Penjagaan amanah ini menuntut orang yang diamanahi melaksanakan perintah kerjanya, mengetahui berbagai hal yang dapat merusaknya, dan memperbaiki segala kekurangannya. Perhatikanlah seandainya setiap pegawai bersikap demikian, setiap pemimpin bersikap demikian atau setiap pekerja bersikap demikian, bagaimana kira-kira keadaannya?
Penjaga amanah dikalangan para hamba ialah orang yang menjaga anggota badan dan hatinya dan menjaga agama dari berbagai gejolak amarah dan nafsu syahwat, dari tipu daya jiwa dan makar syaitan, karena sesungguhnya manusia selalu berada dalam ancaman kehancuran.
MENJADI MANUSIA AMANAH
Saat ini kita hidup di zaman dimana manusia banyak menyalahgunakan amanah anggota badan, meninggalkan amanah-amanah keagamaan dan mengingkari amanah-amanah kehidupan duniawi, seperti amanah harta dan jabatan. Betapa banyak manusia yang mengabaikan kewajiban untuk menutup aurat bagi wanita.  Bahkan ada yang menggunakan nikmat anggota tubuh untuk bermaksiat kepada-Nya. Aurat di buka dipertontonkan untuk khalayak luas untuk tujuan memperoleh harta kekayaan.
Juga betapa banyak orang-orang yang mengaku beragama Islam yang mengabaikan kewajiban beribadah kepada-Nya. Ruku’ dan sujud kepada-Nya diabaikan. Termasuk kedalam kelompok ini adalah orang-orang yang tetap ruku’ dan sujud, tetapi ruku’ dan sujudnya tidak membekas dalam jiwa dan akhlaknya. Ruku’ dan sujudnya tidak mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Orang-orang demikian ini termasuk mengabaikan amanah untuk melaksanakan syari’at Alloh.
Sama halnya dalam soal urusan duniawi. Saat ini betapa banyak orang yang mengingkari amanah-amanah duniawinya. Banyak manusia memperebutkan jabatan bukan untuk tujuan menegakkan kemaslahatan dan meninggikan derajat kemuliaan diri dan kemanusiaan banyak orang, tetapi jabatan digunakan sebagai kendaraan pribadi dan kelompoknya untuk mengeruk keuntungan dan kekayaan. Juga termasuk orang yang mengingkari amanah adalah pekerja atau karyawan yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibnnya sebagai karyawan di tempat kerjanya dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak menyadari  bahwa jabatan, pekerjaan dan harta, semuanya merupakan amanah dari-Nya.
Untuk menjadi manusia yang amanah dalam pandangan Alloh, tanpa pertolongan-Nya, jelas tidak mudah. Semua tahu dan merasakan pengalaman naik turunnya iman didalam dada. Terkadang iman memuncak, terkadang menurun bahkan menukik tajam. Saat iman memuncak jiwa terasa ringan memenuhi seruan-Nya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya saat iman menurun, jiwa terasa berat untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan justru ringan melanggar larangan-larangan-Nya.
Untuk menjadi manusia amanah, tidak cukup hanya dengan mengandalkan integritas pribadi yang kokoh. Seberapapun kokohnya kepribadian manusia, ada saatnya dimana manusia mengalami titik nadir dalam sebagian episode kehidupannya. Jika saat itu bersamaan dengan datangnya godaan dan kesempatan, maka peluang untuk tergelincir menjadi besar. Sudah banyak contohnya orang-orang yang berjuang atas nama hukum, keadilan dan HAM justru berujung kepada kenistaan. Bahkan ada diantaranya yang berakhir tragis, meringkuk dibalik jeruji besi.
Untuk menjadi manusia amanah yang diperlukan adalah dukungan iman yang lurus dan kokoh. Iman akan menumbuhkan kesadaran bahwa manusia selalu berada dalam pengawasan Sang Maha Melihat. Iman akan membimbing hati dan jalan pikiran untuk senantiasa mengingat petanggungjawaban kelak di negeri akhirat. Dengan iman manusia akan terhindar dari terjebak dalam berfikir jangka pendek, yaitu hanya memikirkan keselamatan dan kesejahteraan selama hidup di dunia. Iman akan membuahkan kesadaran yang utuh terhadap pemahaman kehidupan. Yaitu kehidupan dunia dan akhirat.
Manusia yang beriman akan selalu memelihara kesadaran dalam dirinya, bahwa segala sesuatu merupakan cobaan untuk menguji manusia. Ujian yang akan memilah manusia, apakah termasuk golongan orang-orang yang beriman dan bertakwa atau sebaliknya termasuk golongan orang-orang yang ingkar dan durhaka kepada-Nya.
Kalau saja manusia mau mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap episode perjalanan hidupnya, dengan ijin-Nya, akan makin sempurna keimanannya. Misalnya dengan mentafakkuri orang-orang yang telah mendahului menghadap kepada-Nya. Mungkin tetangga, anggota keluarga, teman atau siapa saja. Mereka semua seharusnya menjadi pembuka kesadaran tentang kebenaran hari pembalasan. Mereka sudah menemui terlebih dahulu kebenaran firman-Nya tentang kematian, bahwa semua manusia akan mati, tanpa kecuali,” Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS: Ali Imron (3) : 185).
Jika dahulu dan kemarin mereka yang dipanggil, boleh jadi hari ini, besok atau  entah kapan, kita pasti dapat giliran. Jika tahu pasti seperti itu, masihkah ada diantara kita yang tidak bersegera menjadi orang yang amanah? Wallohu a’lam bisshowab.

Asmaul Husna (makna Al Fattah)

AL FATTAH = MAHA MEMBUKA
Kata Al Fattah terambil dari akar kata “fataha” yang pada dasarnya bermakna “antonim tertutup”, karena itu ia biasa diartikan “membuka”. Makna kata ini kemudian berkembang menjadi kemenangan, karena dalam “kemenangan” tersirat sesuatu yang diperjuangkan menghadapi sesuatu yang dihalangi dan ditutup. Kata ini juga bermakna “menetapkan hukum” karena dengan ketetapan itu terbuka jalan penyelesaian. Air yang keluar dari bumi(mata air), dinamai “fatah”, karena adanya sesuatu yang terbuka pada tanah sehingga ia dapat memancar; “irfan” (pengetahuan) juga dinamai demikian, karena ia membuka tabir kegelapan. Kata Al Fatah - sebagaimana terbaca maknanya di atas- tidak digunakan kecuali kalau sebelumnya terdapat ketertutupan, kesulitan, atau ketidakjelasan. Bukankah sesuatu yang dibuka adalah sesuatu yang sebelumnya tertutup? Dengan demikian Al Fatah adalah terbukanya segala sesuatu yang tertutup, baik material maupun spiritual.
Alloh SWT sebagai Al Fattah adalah Dia yang membuka dari hamba-hamba-Nya segala apa yang tertutup menyangkut sebab-sebab perolehan yang mereka harapkan. Pintu rezeki yang tertutup bagi seseorang dibuka-Nya, sehingga ia menjadi berkecukupan atau kaya. Hati yang tertutup menerima sesuatu seperti kebenaran, atau cinta, dibukanya sehingga terisi kebenaran dan terjalin cinta. Pikiran yang tertutup menyangkut satu problem dibukanya, sehingga terselesaikan kesulitan dan teratasi problem.
Dialah Pembuka dan Pemberi jalan keluar, Yang membuka semua yang terkunci, terikat, dan sulit. Ada beberapa hal yang tertutup bagi kita. Ada beberapa keadaan dan persoalan yang terikat pada sebuah simpul. Ada hal-hal yang sulit yang tidak dapat kita ketahui atau kita lewati. Sebagian diantaranya merupakan hal-hal yang bersifat material: profesi, pekerjaan, perolehan, kekayaan, tempat, dan kawan-kawan yang tak kita miliki. Ada juga hati yang terikat oleh belenggu kesedihan, pikiran yang terbelenggu oleh keraguan atau persoalan-persoalan yang tak dapat diatasi.
Alloh Al Fattah membuka semuanya. Tak ada yang tak tersedia bagi hamba kekasih Alloh, yang untuknya Al Fattah membukakan semua pintu. Tak ada kekuatan yang dapat terus-menerus mengunci pintu itu. Akan tetapi jika Alloh tidak membuka pintu rahmat-Nya, maka tak ada kekuatan yang bisa membuka pintu tersebut. Dia memiliki kunci perbendaharaan rahasia suci, yaitu hati manusia, yang sesungguhnya merupakan rumah Alloh.
Berdirilah di gerbang rahmat Alloh dan ketuklah pintu Al Fattah. Cepat atau lambat tentu Dia akan membukanya. Terus-meneruslah berdoa dan carilah segala sesuatu dari Alloh. Engkau miskin, Dialah Yang Mahakaya. Engkau memiliki kebutuhan, Dialah Yang Memenuhi Kebutuhan itu. Engkau berada dalam kegelapan, Dialah Cahaya. Insya Alloh, engkau akan melihat Al Wahhab ketika Dia membuka pintu itu.
Bukalah olehmu sendiri pintu kasih saying dan kebaikan hatimu! Tolonglah orang-orang yang lebih lemah, agar engkau terselamatkan dari kezaliman orang yang lebih kuat dari dirimu. Tolonglah orang yang jatuh, agar engkau ditolong jika engkau jatuh. Yang terpenting, janganlah kau menyakiti siapa pun, karena hal semacam itu mengunci pintu kasih sayang dan rahmat.
BAGIAN HAMBA
Abd Al Fattah adalah orang yang melalui usahanya telah mengangkat dirinya sendiri ke tingkat kesempurnaan, yang dengan pengetahuan dan pengalamannya dia dapat memecahkan persoalan duniawi maupun spiritualnya sendiri dan juga persoalan orang lain. Kemudian Alloh memberinya kunci rahasia segala ilmu. Dia membuka belenggu yang kuat, rahasia yang tersembunyi, hati yang sempit, karunia yang tertahan.
Imam Al Ghazali menulis bahwa amat wajar bagi manusia untuk mendambakan kiranya lidahnya dapat membuka rahasia-rahasia pengetahuan Ilahi serta menguraikan kepada manusia apa yang pelik dari persoalan-persoalan duniawi dan ukhrawi, agar ia dapat meraih sekelumit dari rahasia nama agung itu.
Imam Alqusyari menambahkan bahwa siapa yang menyadari bahwa Alloh adalah Penghampar semua sebab, Pembuka semua pintu, fikirannya tidak mungkin akan mengarah ke selain-Nya, hatinya tidak akan disibukkan kecuali oleh-Nya, dan dia akan terus hidup bersama-Nya, walau dalam penantian terbukanya pintu dan terhamparnya jalan, bahkan kalaupun dia mengalami cobaan, cobaan itu akan menambah kedekatan dan kepercayaannya kepada-Nya.
Selanjutnya, dituntut pula dari yang meneladani sifat Alloh ini untuk menghayati konteks penggunaannya dalam Al Qur’an, seperti yang dikemukakan di atas dan memperhatikan serta mengamalkan pengajaran-Nya menyangkut hubungan antar umat beragama. Bukankah Alloh sendiri yang menganugerahkan manusia kebebasan memilih agama dan melarang pemaksaan menganutnya, bahkan menciptakan perbedaan agar umat manusia berlomba di dalam kebaikan? “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Alloh menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Alloh hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Alloh-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Alloh-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS.Al Maidah 5 : 48)
Wahai Tuhanku, .. Ya Fattah, Ya ‘Alim, Bukalah pintu-pintu hatiku dengan siraman cahaya-Mu,.. Rahmatilah aku dengan ketaatan kepada-Mu, Lindungilah aku dari kedurhakaan terhadap-Mu, serta karuniakanlah aku dengan curahan ma’rifat-Mu. Tuhanku, jadikanlah aku berkecukupan dengan qudrat-Mu, bukan mengandalkan kemampuanku, dengan ilmu-Mu bukan bersandar pada ilmuku, dengan kehendak-Mu bukan mengikuti kehendakku, dengan sifat-sifat-Mu bukan menghiasi diriku dengan sifatku. Engkaulah pemilik bantuan dan anugerah dan Engkau MAha Kuasa atas segala sesuatu. Wallohu a’lam bisshowab.

Asmaul Husna (makna Al Adl)

Keadilannya bersifat mutlak. Keadilan adalah lawan kezaliman. Kezaliman menyebabkan penderitaan, kerusakan, dan rasa sakit hati, sedangkan keadilan menjamin kedamaian, keseimbangan, keteraturan, dan keselarasan. Alloh Yang Maha Adil adalah musuh orang-orang zalim : Dia membenci orang-orang yang mendukung kaum zalim maupun sahabat, simpatisan, dan rekan-rekan mereka. Di dalam Islam, apa pun bentuk kezaliman diharamkan. Adil adalah kemuliaan dan pertanda kebaikan seorang muslim.
Dua hal yang berlawanan ini  keadilan dan kezaliman  mempunyai implikasi yang luas dan lebih penting daripada hanya sekedar akibat-akibat moral dan sosial belaka. Keduanya setara dengan keselarasan lawan ketidakselarasan, keteraturan lawan kekacauan, benar lawan salah. Jika dalam mengungkapkan kedermawanannya seseorang memberikan uang kepada orang kaya, memberikan pedang kepada para ilmuwan, dan memberikan buku kepada tentara, maka dalam hal tertentu dia dianggap zalim, karena pedang hanya cocok bagi tentara, buku bagi para ilmuwan, dan si miskinlah yang membutuhkan uang. Akan tetapi, jika Alloh berbuat hal yang sama maka tindakan-Nya itu adil, karena Dia melihat segala, yang terdahulu dan yang terkemudian, yang zahir dan yang batin. Dialah Yang Maha Mengetahui , Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang, Keadilan Yang Mutlak. Dia menciptakan sebagian indah dan sebagian yang lain jelek, sebagian kuat dan yang lainnya lemah. Lalu Dia membuat yang indah menjadi jelek, yang kuat menjadi lemah, yang kaya menjadi miskin, yang bijaksana menjadi bodoh, yang sehat menjadi sakit. Semuanya adil. Semuanya benar.
Tampak bagi sebagian kita adalah tidak adil bahwa ada orang yang lumpuh, buta, tuli, kelaparan, gila, dan bahwa ada anak muda yang mati.
Alloh adalah Pencipta segala keindahan dan keburukan, kebaikan, dan kejahatan. Dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti. Tetapi setidak-tidaknya, kita memahami bahwa seringkali orang harus mengenal lawan kata dari sesuatu untuk memahaminya. Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan, tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Baik dan buruk sama pentingnya. Alloh menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan kepada kita akibat dari masing-masingnya. Dia memperlihatkan pahala sebagai lawan kata dari siksaan. Lalu dipersilakan-Nya kita untuk menggunakan penilaian kita sendiri. Sesuai dengan takdirnya, masing-masing mendapatkan keselamatan dalam penderitaan dan rasa sakit, atau kutukan dalam kekayaan. Alloh mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya Alloh yang mengetahui nasib kita. Perwujudan dari nasib itu adalah keadilan-Nya.
Selain nama indah Alloh, al ‘Adl, kita harus bersyukur atas kebaikan, dan menerima, tanpa prasangka atau keluhan, apa pun nasib kita yang tampaknya kurang baik. Dengan demikian, mungkin rahasia keadilan Alloh akan terungkap kepada kita dan kita akan merasa berbahagia dengan kesenangan dan penderitaan yang berasal dari Sang Kekasih.
BAGIAN HAMBA
‘Abd Al ‘Adl orang yang pertama-tama memberlakukan terhadap dirinya sendiri apa yang ingin diberlakukannya kepada orang lain. Perbuatannya tak pernah didasarkan atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri : perbuatannya itu tak pernah merugikan orang lain. Dia bertindak dan berbuat sesuai dengan hukum Alloh. Tetapi orang seperti itu mengetahui bahwa keadilan Tuhan tidaklah seperti yang dibayangkan manusia. Dia memberikan hak-hak mereka sesuai dengan hak yang memang mereka miliki.
Manusia yang bermaksud meneladani sifat Alloh ini, setelah meyakini keadilan Ilahi, dituntut untuk menegakkan keadilan walau terhadap keluarga, ibu bapak dan dirinya (baca QS. An Nisa’ : 135) bahkan terhadap musuhnya sekalipun (baca QS. Al Maidah : 8).
Keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya dan terhadap dirinya sendiri. Dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama, bukan menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agamanya. Karena jika demikian, ia tidak berlaku adil, yakni tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya yang wajar.
Jangan duga, tulis Alghozali  bahwa penganiayaan (lawan dari keadilan) adalah gangguan dan keadilan adalah memberi manfaat kepada manusia. Tidak! Bahkan seandainya seorang penguasa membuka dan membagi-bagikan isi gudang yang penuh dengan senjata, buku, dan harta benda, kemudian dia membagikan buku-buku kepada ulama, harta benda kepada hartawan dan senjata kepada tentara yang siap berperang, maka walau sang penguasa memberi manfaat kepada mereka tetapi dia tidak berlaku adil, dia menyimpang dari keadilan, karena dia menempatkannya bukan pada tempatnya. Sebaliknya kalau seseorang memaksa si sakit untuk meminum obat yang pahit sehingga mengganggunya, atau menjatuhkan hukuman mati atau cemeti kepada terpidana, — maka inipun walau menyakitkan, adalah keadilan, karena pada tempatnya, sakit dan gangguan itu ditempatkan.
Ya Alloh, Aku bermohon kiranya Engkau melindungi aku dari keadilan-Mu dengan kelemahlembutan dan kasih sayang-Mu. Ya Alloh Aku berlindung dengan kemurahan-Mu dari keadilan-Mu. Wahai Tuhan Yang Maha Adil lagi Maha lemah lembut , Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Wallohu a’lam bi showab.

Asmaul Husna (makna Al Nafi')

Pribadi yang Kaya Manfaat

AL NAFI’ = MAHA PEMBERI MANFAAT
Alloh adalah Pencipta Kebaikan. Alloh telah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling baik dan telah memberikan kepada kita karunia yang membuat kita unik dan unggul di antara seluruh makhluk yang lain. Karunia tertinggi yang diberikan-Nya kepada manusia adalah akal, hati nurani, dan iman. Itu semua adalah sarana yang diajarkan-Nya kepada kita untuk membedakan dan memilih apa yang terbaik bagi diri kita sendiri. Manusia juga unik karena memiliki kehendak satu-satunya di dalam alam semesta, selain Alloh. Kehendak kita yang kecil hanya dapat dikalahkan oleh kehendak Alloh yang lebih besar. Keterbatasan ini mengandung arti bahwa kita tidaklah bebas dan dibiarkan dengan kehendak kita sendiri.
Alloh telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan tunduk kepada kehendak Alloh, memerintah atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik, dan memiliki yang terbaik diantara makhluk, ataukah kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Alloh, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Alloh untuk menyaksikan bagaimana hamba-Nya akan bersikap. Alloh telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan kita, oleh karena itu Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi darinya!
Kasih sayang Alloh terus-menerus diberikan kepada kita, seperti kebaikan yang telah diciptakan-Nya. Kehendak kita tidak dapat membawa apa pun yang menjadi hak orang lain kepada kita, atau mencegah apa pun nasib yang sampai kepada kita. Kita juga tidak dapat memilih apa yang lebih kita sukai, karena seringkali apa yang kita pilih tergelincir dari tangan kita, sedangkan apa yang tidak pernah kita inginkan malah mengejar-ngejar kita. Dan sekalipun kita memiliki apa yang kita pilih, ia pasti akan datang kepada kita.
Jika kita melihat kepada alam semesta, apa yang kita saksikan adalah kehendak Alloh, apa yang tampaknya kita pilih adalah kehendak Alloh. Kehendak kita yang kecil hanya berisi kemampuan kita membuka mata kita untuk menerima semua kebaikan yang dikehendaki Alloh kepada kita, atau untuk menutup mata kita dan tidak menerima apa-apa. Seakan-akan kekayaan Alloh itu terus-menerus turun laksana air hujan. Kita haruslah ada untuk menerimanya. Kalau kita tidak berada, maka ia akan hilang dengan percuma. Agar ada, kita harus membuka mata, pikiran, hati, dan tangan kita. Kita harus sadar dan terjaga. Itulah cara kita melihat dan menerima kebaikan yang telah diciptakan Alloh.
BAGIAN HAMBA
Abd Al Nafi’ adalah orang yang melihat dan menerima kebaikan yang telah Alloh ciptakan dan diwajibkan untuk membagi-bagikan karunia Alloh, yang terbesar adalah ilmu dan iman, kepada orang yang memang pantas menerimanya. Dia seperti Nabi Khidir, jiwa yang pernah hadir dalam bentuk materi, yang menolong orang-orang beriman yang membutuhkan, dan mengikuti jalan maupun teladannya.
Hamba yang meneladani sifat Al Nafi’diharapkan dapat memberi manfaat sebanyak mungkin kepada makhluk-makhluk Alloh, karena : “Sebaik-baik kamu adalah sebanyak-banyak manfaat yang diberikannya kepada manusia”. Sebagaimana sabda Nabi SAW, manfaat tersebut hendaknya yang bersifat konkrit. Bukankah Alloh menyebut hal-hal konkrit ketika mengisyaratkan manfaat yang dianugerahkan-Nya.
Selanjutnya ingatlah bahwa Alloh Maha Kuasa, tidak ada yang dapat menghalangi kekuasaan-Nya  memberi manfaat atau menjatuhkan mudharrat  jika Dia menghendaki. Nabi Muhammad SAW pun, makhluk yang paling dicintai-Nya, tidak dapat meraih atau menampik (QS.Al Araf (7) : 188), apalagi upaya manusia biasa betapapun meyakinkan kekuatan dan upayanya (QS. Al An’am (6) : 17). Di hari kemudian tidak bermanfaat perantara siapapun dia, kecuali atas izin-Nya (QS. Al Baqoroh (2) : 123), tidak juga anak, keluarga, dan harta (QS. Al Mumtahanah (60) : 6) dan Asy Syu’ara (26) : 88). Yang bermanfaat hanya yang datang menghadap dengan hati yang bersih, selamat dari dosa dan noda. Selanjutnya yang meneladaninya tidak pernah akan menisbahkan pada Alloh sesuatu keburukan atau derita. Bila keburukan terjadi, yakinlah bahwa itu pasti ada hikmahnya atau itu adalah akibat ulah manusia yang melanggar hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Alloh dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri (QS.An Nisa’ (4) : 79).
“Ya Alloh Ya Tuhanku, Engkau adalah An-Nafi’ yang menganugerahkan manfaat bagi seluruh makhluk-Mu. Aku bermohon kiranya Engkau mempersaksikan aku cahaya nama-Mu An-Nafi’, sehingga aku tidak bersandar kepada selain-Mu. Tidak juga mengharap kecuali pada-Mu. Wahai Tuhan Yang Maha Pelindung, Maha Penolong lagi Maha Luas, jadikanlah aku bermanfaat bagi seluruh hamba-Mu, menerima dengan puas seluruh kehendak-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Wallohu ‘alam bisshowab.